Malam Minggu, Sepeda, dan Hujan

 


        Setelah satu bulan lebih absen, malam Minggu ini akhirnya saya kembali bersepeda. Adalah Abah Asun yang menjadi provokatornya. Dia baru saja menyelesaikan membangun sepeda jenis minion miliknya dan sejak beberapa minggu lalu, sudah umek  terus-terusan minta ditemani keliling mencoba sepeda baru itu. Kemarin Jumat sore, ia menghubungi saya minta ditemani sepedaan malam. Namun saya tak bisa karena Jumat adalah jadwal rutin saya bermain badminton. Tadi sore ia mengubungi lagi, dan saya pun mengiyakannya. 

        Kami sepakat bertemu pukul 7 malam, di depan SMP Khadijah. Karena jarak rumah saya relatif lebih dekat, saya sampai terlebih dahulu. Berselang 10 menit kemudian barulah abah sampai dan kami pun bergegas berangkat agar tak kemalaman di jalan.

        Saya dan abah sebenarnya sama-sama tak tahu hendak mengambil rute mana. Asal pancal dulu. Di tengah jalan barulah muncul dua opsi: Unesa Lidah Wetan atau Tugu Pahlawan. Karena ke Unesa sudah pernah, maka kami memilih ke Tugu Pahlawan. Rutenya, dari SMP Khadijah, kami melaju ke arah Taman Bungkul, kemudian lurus terus sampai ke TP, lanjut ke Embong Malang, ambil kanan arah BG Junction lalu ke arah Indrapura, lanjut ke Jembatan Merah. 

        Di beberapa titik, saya dan abah sempat berhenti  sekadar untuk berfoto dan mengambil nafas sejenak. Ya, tak seperti biasa, di perjalanan bersepeda kali ini kami memang lumayan banyak mengambil foto. Sepanjang jalan banyak bangunan tua yang sangat menarik, yang sungguh sangat disayangkan bila dilewatkan begitu saja.


         Dari bersepeda malam ini, saya juga menyadari, bahwa sebagai orang yang lahir di Surabaya, saya ternyata belum benar-benar mengerti Surabaya. Banyak tempat yang belum saya tahu. Salah satunya adalah titik nol Jawa Timur yang berada di kantor Gubernur Jawa Timur. Lokasi ini cukup ramai dipadati warga dari beragam usia. Ada yang sekadar nongkrong untuk ngopi, ada pesepeda yang sedang beristirahat, dan tentu saja banyak juga yang berfoto.




        Setelah berhenti sejenak di kantor gubernur, kami melanjutkan perjalanan. Abah sempat meminta foto di depan kantor NU yang menurutnya di kantor itulah dulu resolusi jihad dilahirkan. Namun keinginannya itu terpaksa ia urungkan, karena kantor tersebut rupanya sedang ramai orang. Kami kemudian melewati Siola. Ramai sekali. Banyak mobil parkir di pinggir jalan. Lebih banyak lagi adalah motor parkir di pinggir jalan. Ramai anak muda berpose di sekitaran Hotel Majapahit. 

        Lurus sedikit lagi, di depan Taman Apsari juga ramai orang. Di seberang skate park lebih ramai lagi. Anak muda duduk-duduk di trotoar. Bergerombol, seperti tidak sedang dalam masa pandemi. Tapi toh tak apa. Surabaya sudah berangsur-angsur membaik. Dan semoga segera pulih seperti sedia kala. 

        Saya dan abah kemudian melanjutkan perjalanan melewati Delta Plaza. Kemudian bambu runcing. Lalu membeli minum dan beristirahat sejenak di Indomaret Urip Sumoharjo. Ketika beristirahat inilah saya mendapat kabar bahwa Ketintang hujan. Saya tak percaya. Karena tengah kota sama sekali tak ada tanda-tanda hujan. 
    
        Ketika sampai di Taman Bungkul, saya dan abah memutuskan untuk beristrirahat lagi. Rupanya abah ingin curhat. Apalagi kalau bukan soal dirinya yang sudah dikejar-kejar orangtuanya untuk segera menikah. Saya tak bisa memberi masukan banyak. Karena saya juga tak ada bedanya dengan dia.  

        Ketika waktu menunjukkan pukul 9 lebih, kami sepakat pulang. Abah belok kiri ke arah Ngagel, saya lurus ke Ketintang. Saya mengayuh sepeda agak cepat agar sampai rumah tak terlalu malam. Sampai di DTC semua masih aman. Belum ada tanda-tanda hujan. Sampai di depan SMPN 32 juga belum ada tanda-tanda. Barulah ketika sampai Jetis Kulon, saya percaya bahwa kabar Ketintang hujan itu ternyata benar. 

        Saya berteduh di depan toko yang sudah tutup. Namun dengan pertimbangan tak tahu sampai kapan hujan baru akan reda, saya akhirnya memutuskan menerobos hujan. Untungnya kali ini saya memakai sweater. Tas yang berisi HP dan dompet saya pakai lebih dulu, baru kemudian saya memakai sweater. Hujan sempat sedikit reda saat saya sampai di perlintasan kereta api dekat Royal Plaza. Namun begitu memasuki Aspol, jadi deras lagi. Yasudah. Kepalang basah. Sekalian, biar cepat sampai rumah. Sesampainya di rumah, saya segera mandi, membersihkan diri. Lalu membuka laptop dan tergesa-gesa membuat tulisan ini karena teringat sudah semingguan belum menulis. 











Comments